Mengapa Koperasi Di
Indonesia Sulit Berkembang
Jawaban dari pertanyaan mengenai perkembangan koperasi…!!!
Mengapa koperasi
di Indonesia sulit berkembang? Dalam perspektif Hukum Koperasi Indonesia,
koperasi harus dipahami dalam 2 (dua) pengertian sekaligus; yaitu, pertama,
sebagai sebuah sistem ekonomi dan, kedua, sebagai suatu badan usaha.
Dua pengertian
ini haruslah dipahami sebagai dwi-tunggal, yang dapat dibedakan namun tidak
dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya. Seringkali, untuk memberikan
pemahaman mengenai koperasi, koperasi dibandingkan dengan bentuk-bentuk badan
usaha lain misalnya Perseroan Terbatas (PT). Perbandingan sedemikian tentu saja
menghasilkan deskripsi mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing sesuai
karakteristiknya. Akan tetapi, sekadar membandingkan koperasi dengan badan
usaha lainnya tidak akan pernah menghasilkan suatu pemahaman yang utuh dan
menyeluruh tentang ruang-lingkupnya, terutama bila tidak terlebih dahulu
dipahami dua wajah koperasi dalam Hukum Koperasi Indonesia.
Koperasi Sebagai Sistem Ekonomi
Pernyataan
Swasono (2007) bahwa hakikat Pasal 33 UUD 1945 adalah wujud nasionalisme
ekonomi Indonesia mengandung pengertian berupa tekad kemerdekaan untuk
mengganti asas perorangan (individualisme) menjadi asas kebersamaan dan
kekeluargaan. Usaha bersama atas asas kekeluargaan adalah wujud kebersamaan,
suatu mutualism and brotherhood; bukan individualisme, melainkan saling
menghormati dan peduli sesama serta saling tolong-menolong sebagai sebuah
kewajiban bersama. Pasal ini juga dipandang telah memposisikan rakyat Indonesia
secara substansial untuk memperoleh sebesar-besar kemakmuran dari bumi, air dan
kekayaan alam Indonesia.
Bila
memperhatikan hakikat Pasal 33 tersebut, sangat jelas tampak sebuah keterkaitan
yang erat antara Pasal 33, khususnya ayat (1), dengan nilai utama koperasi,
yaitu kerjasama. Koperasi sebagai sebuah gerakan ekonomi yang berbasis anggota,
memiliki prinsip dasar mengedepankan kekuatan anggota untuk saling bekerjasama
dalam memenuhi kesejahteraan bersama secara mandiri. Bila dilihat sejarah
konstitusi, khususnya penjelasan UUD 1945 yang sebelum amandemen diakui
keberadaannya, badan usaha yang sangat sesuai dengan asas kekeluargaan adalah
koperasi. Pasal 33 merupakan sikap founding fathers yang menghendaki suatu
transformasi badan usaha yang ada pada masa itu ke arah Koperasi Indonesia.
Dalam pengertian ini, transformasi tersebut
tidak berarti mengubah semua badan usaha menjadi badan usaha koperasi, namun
sebenarnya menitikberatkan pada koperasi sebagai sebuah sistem ekonomi. Swasono
(2007) menyatakan bahwa dengan sistem ekonomi koperasi, bentuk-bentuk
perusahaan seperti PT, Firma, CV, BUMN, BUMD dan sebagainya dapat memiliki
bangun koperasi, dengan spirit internal dan jejaring esksternal yang
berdasarkan asas kebersamaan dan kekeluargaan sebagai sistem ekonomi nasional
berdasarkan Triple Co, yaitu: co-ownership, co-determination dan
co-responsibility. Dengan mewujudkan sistem ekonomi koperasi, maka koperasi
sebagai sebuah badan usaha juga akan tumbuh dan berkembang sebagai entitas
bisnis.
Bila koperasi
sebagai sistem ekonomi kembali dikaitkan dengan pertanyaan yang diajukan oleh
mahasiswa di atas, sangat jelas bahwa sejauh ini upaya untuk menjalankan sistem
ekonomi koperasi sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945 telah gagal.
Kegagalan ini dapat dilihat dari pranata-pratana yang dibangun dan dikembangkan
oleh Pemerintah dalam menopang sistem ekonomi. Segala rezim, mulai dari Orde
Baru sampai sekarang, sangat jelas keberpihakannya kepada pengembangan
pranata-pranata yang menopang sistem ekonomi kapitalis liberal seperti
perbankan, pasar modal dan berbagai institusi keuangan lainnya. Tentu saja,
setiap rezim itu menyertakan dalam programnya pengembangan ekonomi kerakyatan.
Akan tetapi, sayangnya, sejarah mencatat keberpihakan kepada sistem ekonomi
kapitalis liberal terlalu sulit diingkari.
Koperasi Sebagai Badan Usaha
Dasar hukum
koperasi sebagai sebuah badan usaha terdapat dalam UU Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian (UU Koperasi) dan berbagai peraturan pelaksananya. Dalam
UU ini, koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya pada
prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan
atas asas kekeluargaan. Terkait koperasi sebagai badan usaha, Hatta (1933)
menegaskan rakyat sebagai produsen-produsen kecil harus bergabung membentuk
koperasi (produksi). Dengan cara ini, teknik baru dalam bidang produksi lebih
mungkin untuk dikuasai daripada dilakukan secara terpisah-pisah. Usaha bersama
akan membangkitkan skala ekonomi dan meningkatkan produktivitas. Dengan
kekuatan ini, koperasi akan mampu mempengaruhi pasar.
Dari pendapat
Hatta ini, dapat disimpulkan bahwa koperasi sebagai badan usaha sebenarnya
tidak anti-pasar. Untuk dapat berkompetisi dalam pasar, koperasi sebagai badan
usaha harus mampu membaca potensi anggota, mengkoordinasikan segala sumberdaya
yang ada, dan memetakan peluang usaha untuk memproduksi barang atau jasa secara
mandiri. Pilihan terhadap peluang usaha pertama-tama harus didasarkan pada
kepentingan ekonomi bersama anggotanya. Misalnya, jika sekelompok peternak sapi
ingin mendirikan koperasi, maka yang paling sesuai dengan kepentingan ekonomi
mereka adalah usaha penjualan atau pengolahan susu sapi. Dalam konteks ini,
koperasi harus tunduk pada kaidah, prinsip dan logika entitas bisnis, di mana
prinsip manajemen yang profesional dan prinsip keuangan yang baik harus menjadi
landasan utama.
Bila dikaitkan
kembali koperasi sebagai sebuah badan usaha dengan pertanyaan tadi,-Mengapa
koperasi di Indonesia sulit berkembang?- sebagian besar koperasi dalam
perjalanan sejarah tidak tumbuh secara profesional dan mandiri. Kegagalan
negara menciptakan sistem ekonomi koperasi tentu turut mempengaruhi
perkembangan koperasi sebagai badan usaha. Semangat kerjasama koperasi digilas
oleh budaya pragmatisme yang tumbuh subur dalam 'ideologi' persaingan. Selain
itu, keterlibatan pemerintah selama ini lebih mengintervensi bentuk kelembagaan
koperasi daripada membantu menyelesaikan permasalahan utama koperasi, antara
lain, akses pada modal dan pasar. Sepak-terjang Koperasi Unit Desa (KUD) selama
Orde Baru membuktikan betapa koperasi lebih ditempatkan sebagai entitas politik
daripada bisnis. Selain permasalahan eksternal ini, secara internal banyak
pengurus koperasi dalam perkembangannya lebih tertarik mengurus usaha atau unit
simpan-pinjam daripada menciptakan usaha produktif.
B. ISI
Saat ini masalah
yang masih di hadapi koperasi dan bisa menghambat perkembangan koperasi di
Indonesia menjadi problematika. Pengelolaan koperasi yang kurang efektif, baik
dari segi manajemen maupun keuangan menjadi salah satu kendala berkembangnya
koperasi.
Berikut adalah beberapa kendala pokok yang dihadapi oleh
koperasi di Indonesia :
• Kurang
berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali dengan kondisi modal keuangan
badan usaha tersebut. Kendala modal itu
bisa jadi karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau bahkan
sebaliknya terlalu tergantungnya modal dan sumber koperasi itu sendiri. Jadi
untuk keluar dari masalah tersebut harus dilakukan melalui terobosan
structural, maksudnya dilakukannya restrukturasi dalam penguasaan factor
produksi, khususnya permodalan.
• Banyak anggota,
pengurus maupun pengelola koperasi kurang bisa mendukung jalannya koperasi.
Dengan kondisi seperti ini maka koperasi berjalan dengan tidak profesional
dalam artian tidak dijalankan sesuai dengan kaidah sebagimana usaha lainnya.
Dari sisi
keanggotaan, sering kali pendirian koperasi itu didasarkan pada dorongan yang
dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan dari
bawah melainkan dari atas. Pengurus yang dipilih dalam rapat anggota seringkali
dipilih berdasarkan status sosial dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian
pengelolaan koperasi dijalankan dengan kurang adanya control yang ketat dari
para anggotanya.
Pengelola ynag ditunjuk oleh pengurus seringkali diambil
dari kalangan yang kurang profesional. Sering kali pengelola yang diambil bukan
dari yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan dalam
wirausaha.
• Manajemen koperasi
harus diarahkan pada orientasi strategik dan gerakan koperasi harus memiliki
manusia-manusia yang mampu menghimpun dan memobilisasikan berbagai sumber daya
yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang usaha. Oleh karena itu koperasi
harus teliti dalam memilih pengurus maupun pengelola agar badan usaha yang
didirikan akan berkembang dengan baik.
Ketidak
profesionalan manajemen koperasi banyak terjadi di koperasi koperasi yang
anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya
banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD
yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem
kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak
terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana
bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur.
Selain itu terdapat beberapa hal yang menyebabkan sulitnya
perkembangan koperasi di Indonesia antara lain :
1. Image koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam
dalam benak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam
pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya
daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar.
2. Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas
(bottom up) tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di
indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan
pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri,
koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu
memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu
sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di
Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus
mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat
dan tujuan dari koperasi.
3. Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini
disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota
hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa,
baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi
dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem
kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga
berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi
kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan
seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus,
karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri
terhadap pengurus.
4. Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak
terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat
pendidikan yang rendah.
5. Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi
alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu
pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut.
Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan
yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu
bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan
seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus
terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan
sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak
perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih
profesional, mandiri dan mampu bersaing.
6. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhannya untuk
memperbaiki diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara
mandiri. Padahal Kesadaran ini adalah pondasi utama bagi pendirian koperasi
sebagai motivasi.
7. Kurangnya pengembangan kerjasama antar usaha koperasi.
Itulah penyebab-penyebab kenapa perkembangan koperasi di
Indonesia belum maksimal. Tetapi analisis masalah tadi bukan lah yang utama,
justru yang utama jika ingin koperasi maju adalah sebagai generasi penerus
bangsa di masa depan tentunya kita harus berperan aktif dalam pengembangan
koperasi di negeri ini. Salah satunya melalui keikutsertaan dalam koperasi,
mempelajari dan mengetahui tentang perkoperasian secara lebih mendalam.
1. Kelebihan
koperasi di Indonesia
Hal-hal yang
menjadi kelebihan koperasi di Indonesia adalah:
a. Bersifat terbuka
dan sukarela.
b. Besarnya simpanan pokok dan simpanan wajib tidak
memberatkan anggota.
c. Setiap anggota memiliki hak suara yang sama, bukan
berdasarkan besarnya modal
d. Bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dan bukan
sematamata mencari keuntungan.
2. Kelemahan
koperasi di Indonesia
Hal-hal yang
menjadi kelemahan koperasi di Indonesia adalah:
a. Koperasi sulit berkembang karena modal terbatas.
b. Kurang cakapnya pengurus dalam mengelola koperasi.
c. Pengurus kadang-kadang tidak jujur.
d. Kurangnya kerja sama antara pengurus, pengawas dan
anggotanya.
FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI
Berdasarkan
pengamatan atas banyak koperasi serta menggali aspirasi berbagai pihak yang
terkait dengan perkembangan koperasi, khususnya para partisipan koperasi
sendiri, yaitu anggota dan pengurus, maka dapat disintesakan beberapa faktor
fundamental yang menjadi dasar eksistensi dan peran koperasi dimasyarakat.
Faktor-faktor berikut merupakan faktor pembeda antara koperasi yang tetap eksis
dan berkembang dengan koperasi-koperasi yang telah tidak berfungsi bahkan telah
tutup.
1. Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif
untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri.
Masyarakat yang sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki
diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri
merupakan prasyarat bagi keberdaan koperasi. Kesadaran ini akan menjadi
motivasi utama bagi pendirian koperasi ‘dari bawah’ atau secara ‘bottom-up’.
Faktor kuncinya adalah kesadaran kolektif dan kemandirian. Dengan demikian
masyarakat tersebut harus pula memahami kemampuan yang ada pada diri mereka
sendiri sebagai ‘modal’ awal untuk mengembangkan diri. Faktor eksternal dapat
diperlakukan sebagai penunjang atau komplemen bagi kemampuan sendiri tersebut.
2. Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan
(independensi) dan otonomi untuk berorganisasi.
Koperasi pada dasarnya merupakan suatu cita-cita yang
diwujudkan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar. Wujud praktisnya, termasuk
struktur organisasinya, sangat ditentukan oleh karakteristik lokal dan
anggotanya. Dengan demikian format organisasi tersebut akan mencari bentuk
dalam suatu proses perkembangan sedemikian sehingga akhirnya akan diperoleh
struktur organisasi, termasuk kegiatan yang akan dilakukannya, yang paling
sesuai dengan kebutuhan anggota. Pengalaman pengembangan KUD dengan format yang
seragam justru telah menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap berbagai
faktor eksternal, sedangkan KUD yang berhasil bertahan justru adalah KUD yang
mampu secara kreatiif dan sesuai dengan kebutuhan anggota dan masyarakat
mengembangkan organisasi dan kegiatannya.
3. Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses
pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi.
Faktor pembeda koperasi dengan lembaga usaha lain adalah
bahwa dalam koperasi terdapat nilai-nilai dan prinsip yang tidak terdapat atau
tidak dikembangkan secara sadar dalam organisasi lain. Oleh sebab itu pemahaman
atas nilai-nilaI koperasi : keterbukaan, demokrasi, partisipasi, kemandirian,
kerjasama, pendidikan, dan kepedulian pada masyarakat; seharusnya merupakan
pilar utama dalam perkembangan suatu koperasi. Pada gilirannya kemudian nilai
dan prinsip itulah yang akan menjadi faktor penentu keberhasilan koperasi.
Sehingga salah satu faktor fundamental bagi keberadaan koperasi ternyata adalah
jika nilai dan prinsip koperasi tersebut dapat dipahami dan diwujudkan dalam
kegiatan organisasi. Disadari sepenuhnya bahwa pemahaman nilai-nilai tersebut
tidak dapat terjadi dalam “semalam”, tetapi melalui suatu proses pengembangan
yang berkesinambungan setahap demi setahap terutama dilakukan melalui
pendidikan dan sosialisasi dengan tetap memberikan tempat bagi perkembangan
aspirasi lokal yang spesifik menyangkut implementasi bahkan pengayaan
(enrichment) dari nilai-nilai koperasi yang universal tersebut. Dengan demikian
proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi akan menjadi salah satu
faktor penentu keberadaan koperasi.
4. Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi
anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam
hal keanggotaan koperasi.
Hal ini secara khusus mengacu pada pemahaman anggota dan
masyarakat akan perbedaan hak dan kewajiban serta manfaat yang dapat diperoleh
dengan menjadi anggota atau tidak menjadi anggota. Jika terdapat kejelasan atas
keanggotaan koperasi dan manfaat yang akan diterima anggta yang tidak dapat
diterima oleh non-anggota maka akan terdapat insentif untuk menjadi anggota
koperasi. Pada gilirannya hal ini kemudian akan menumbuhkan kesadaran kolektif
dan loyalitas anggota kepada organisasinya yang kemudian akan menjadi basis
kekuatan koperasi itu sendiri.
5. Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan
usaha yang :
a. luwes
(flexible) sesuai dengan kepentingan anggota,
b. berorientasi
pada pemberian pelayanan bagi anggota,
c. berkembang
sejalan dengan perkembangan usaha anggota,
d. biaya transaksi
antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi non-koperasi, dan
e. mampu
mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri.
Kegiatan usaha
yang dikembangkan koperasi pada prinsipnya adalah kegiatan yang berkait dengan
kepentingan anggota. Salah satu indikator utama keberhasilan kegiatan usaha
tersebut adalah jika usaha anggota berkembang sejalan dengan perkembangan usaha
koperasi. Oleh sebab itu jenis usaha koperasi tidak dapat diseragamkan untuk
setiap koperasi, sebagaimana tidak dapat diseragamkannya pandangan mengenai
kondisi masyarakat yang menjadi anggota koperasi.
Biaya transaksi
yang ditimbulkan apabila anggota menggunakan koperasi dalam melakukan kegiatan
usahanya juga perlu lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa koperasi. Hal
ini akan menjadi penentu apakah keberadaan koperasi dan keanggotaan koperasi
memang memberikan manfaat bisnis. Jika biaya transaksi tersebut memang dapat
menjadi insentif bagi keanggotaan koperasi maka produktivitas modal koperasi
akan lebih besar dibandingkan lembaga lain. Langkah selanjutnya yang perlu
dikembangkan oleh suatu koperasi adalah agar hasil produktivitas tersebut dapat
dipertahankan dalam sistem koperasi. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa
salah satu faktor yang menyebabkan lemahnya lembaga koperasi adalah karena
nilai lebih dari perputaran modal dalam “sistem” koperasi ternyata lebih banyak
diterima oleh lembaga-lembaga diluar koperasi dan anggotanya. Hal ini memang
merupakan salah satu catatan penting yang harus diperhatikan sebagai akibat
dari sistem perbankan yang sentralistik seperti yang dianut saat ini.
Jika koperasi
memang telah menyadari pentingnya keterkaitan usaha antara usaha koperasi itu
sendiri dengan usaha anggotanya, maka salah satu strategi dasar yang harus
dikembangkan oleh koperasi adalah untuk mengembangan kegiatan usaha anggota dan
koperasi dalam satu kesatuan pengelolaan. Hal ini akan berimplikasi pada
berbagai indikator keberhasilan usaha koperasi, dimana faktor keberhasilan
usaha anggota harus menjadi salah satu indikator utama.
6. Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh
kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau
anggotanya.
Jika dilihat dari
kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka dapat dihipotesakan bahwa
koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan sekaligus juga berperan dan bermanfaat
bagi masyarakat yang tengah berkembang dari suatu tradisional dengan ikatan
sosiologis yang kuat melalui hubungan emosional primer ke arah masyarakat yang
lebih heterogen dan semakin terlibat dengan sistem pasar dan kapital dalam
pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang juga dikenal dengan komunitas
‘bazar-ekonomi’. Artinya koperasi tidak diharapkan dapat sangat berkembang pada
masyarakat yang masih sangat tradisional, subsisten, dan relatif ‘tertutup’
dari dinamika sistem pasar; atau juga pada komunitas yang telah menajdi sangat
individualis, dan berorientasi kapital. Dengan perkataan lain, koperasi tidak
diharapkan dapat berkembang optimal disemua bentuk komunitas.
Sebagai bagian
dari identifikasi berbagai faktor fundamental tersebut maka perlu disadari
bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut memang dapat bersifat ‘trade-off’ dengan
pertimbangan kinerja jangka pendek suatu organisasi usaha konvensional. Proses
yang dilakukan dalam pengembangan koperasi memang membutuhkan waktu yang lebih
lama dengan berbagai faktor “non-bisnis” yang kuat pengaruhnya. Dengan demikian
pemenuhan berbagai faktor fundamental tersebut dapat menyebabkan indikator
kinerja lain, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan demi
untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.
“Seharusnya koperasi
diberi kesempatan mengelola bisnis yang berhubungan dengan rakyat seperti
sembako,pupuk,bibit, dan lainnya. Bukan sebaliknya dikuasai perorangan,” ujar
Wawan di Kota Bandung, kemarin. Menurut dia, kegagalan koperasi tak lepas dari
keseriusan pemerintah pusat mengembangkan koperasi, baik regulasi maupun
pendanaan. “Kadang antara kebijakan pusat dan daerah tumpang tindih,termasuk
kebijakan memberikan dana bagi koperasi.
Itu kurang baik bagi pertumbuhan koperasi,” jelasnya. Saat
ini Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) mulai menyusun master
plan untuk menggenjot bisnis koperasi di Indonesia. Menurut Sekretaris
Kementerian KUKM Guritno Kusumo,dalam 3-4 bulan ke depan master plan tersebut
diharapkan selesai dan menghasilkan solusi bagi perkembangan koperasi di
Indonesia.
“Solusinya bisa berupa pembekuan atau mengaktifkan kembali
koperasi yang sudah mati.Tapi, kita akan lihat kasus per kasus berdasarkan
masalah yang dihadapi koperasi bersangkutan. Jangan sampai koperasi yang punya
utang besar dibekukan,”beber Guritno. Sampai 2011, koperasi di Indonesia
mencapai 177.912 unit dengan jumlah terbanyak ada di Jabar,Jatim,dan Jateng.
Dari jumlah tersebut, 27% koperasi dinyatakan tidak aktif.
Sementara untuk menyehatkan koperasi, Kementerian KUKM telah menyiapkan dana
sebesar Rp700 miliar dari total anggaran Rp1 triliun pada tahun ini.
Referensi :
• http://www.masbied.com/search/fungsi-koperasi-adalah-alat-perjuangan-ekonomi-untuk-mempertinggi-kesejahteraan-rakyat
• http://www.smecda.com/deputi7/file_makalah/PAS.SURUT.PERK.KOPERASI-Yog.htm
• http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi#cite_note-hendar-3
• http://www.crayonpedia.org/mw/KOPERASI_DALAM_PEREKONOMIAN_INDONESIA_4.2_RETNO_HENY_PUJIATI
• http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.htm
• http://www.pusaka.info/artikel/35-memahami-hukum-koperasi-indonesia.html
• http://ahmadheryawan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11391:koperasi-indonesia-diprediksi-sulit-berkembang&catid=42:ekonomi-bisnis&Itemid=67
• http://www.rripalu.com/?q=content/koperasi-sulit-berkembang-apa-hambatannya
• http://www.formasi-indonesia.or.id/forum.php?halaman=detail&id=10